Jadwal Sholat

Dahsyatnya Cita-Cita


cita-cita
Suatu pagi yang cerah, di dekat rukun Yamani, duduklah empat remaja yang tampan rupa, berasal dari keluarga yang mulia. Mereka adalah Abdullah bin Zubair, Mus'ab bin Zubair, Urwah bin Zubeir, dan satu lagi adalah Abdul Malik bin Marwan.
Mereka saling mengungkapkan apa yang menjadi obsesinya.
Abdullah bin Zubair angkat bicara, "Cita-citaku adalah menguasai seluruh Hijaz dan menjadi khalifahnya." Saudaranya, Mus'ab menyusulnya, "Keinginanku adalah dapat menguasai dua wilayah Irak dan tak ada yang merongrong kekuasaanku." Adapaun Abdul Malik bin Marwan berkata, "Bila kalian berdua merasa cukup dengan itu, maka aku tidak akan puas sebelum bisa menguasai seluruh dunia dan menjadi khalifah setelah Mu'awiyah bin Abi Sufyan.
Sementara itu Urwah diam seribu bahasa, lalu semua mendekati dan bertanya, "Bagaimana denganmu, apa cita-citamu kelak wahai Urwah?" Beliau berkata, "Semoga Allah memberkati cita-cita kalian dari urusan dunia, aku ingin menjadi alim (orang berilmu yang mau beramal), sehingga orang-orang akan belajar dan mengambil ilmu tentang kitab Rabbnya, sunnah Nabinya dan hukum-hukum agamanya dariku, lalu aku berhasil di akhirat dan memasuki jannah dengan ridla Allah."
Hari-hari berganti serasa cepat. Pada gilirannya, Abdullah bin Zubair menjadi penguasa atas Hijaz, Mesir, Yaman, Khurasan dan Irak yang pada akhirnya terbunuh di ka'bah, tak jauh dari tempatnya mengungkapkan cita-citanya dahulu. Mus'ab bib Zubair telah menguasai Irak sepeninggal saudaranya Abdullah, dan akhirnya juga terbunuh ketika mempertahankan wilayah kekuasaannya.
Adapaun Abdul Malik bin Marwan, akhirnya menjadi khalifah setelah ayahnya wafat dan bersatulah suara kaum muslimin, dia berhasil menjadi raja dunia terbesar pada masanya. (Shuawaru min Hayaatit Taabi'in, karya Ra'fat Bsya)
Begitupun dengan Urwah bin Zubeir. Beliau menjadi ulama panutan di zamannya. Ibnu Sa'ad dalam Thabaqat kedua dari penduduk Madinah menyebutkan, "Urwah adalah seorang yang tsiqah, banyak meriwayatkan hadits, faqih, alim, tsabit dan bisa dipercaya." (Kitab At Tahdzib). Bahkan tidak sedikit dari kalangan sahabat Nabi SAW yang bertanya kepada beliau tentang ilmu, meskipun beliau seorang tabi'in.
Realita Tak Jauh dari Cita-cita
kisah keempat remaja itu membuka mata kita, bahwa apa yang didapatkan manusia, tak akan jauh dengan apa yang menjadi obsesinya. Karena obsesi dan cita-cita itu akan menggerakan pemiliknya menuju tujuannya. Fokus pikiran, tenaga dan potensi yang dimilikinya akan tercurah untuk meraih apa yang menjadi impiannya.
Karena itu, jangan tanggung-tanggung menetukan cita-cita, jangan merendahkan diri untuk menetapkan target dan tujuan. Cita-cita yang biasa saja, akan menjelam menjadi usaha yang apa adanya, dan pada gilirannya hanya akan memanen hasil yang biasa-biasa pula. Padahal Allha menyukai urusan yang tinggi-tinggi,
"Sesungguhnya Allah menyukai permasalahan yang tinggi-tinggi dan Allah tidak menyukai hal-hal yang rendah." (HR. Thabrani)
Dalam banyak dalil, Allah dan Rasul-Nya telah memotivasi kita untuk optimis dalam bercita-cita. Jiwa yang mulia pun tak akan ridla dengan hal-hal yang bisa saja, perhatikanlah doa-doa ornag-orang yang dipuji oleh Allah
"Dan orang-orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al Furqan : 74)
Kedudukan muttaqin memang sudah istimewa. Tapi ternyata, doa yang dipanjatkan bukan saja menjadi muttaqin, tapi iman atau pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. Ini menunjukan optimisme yang tinggi, himmah dan semangat yang luar biasa untuk meraih derajat yang agung.
Nabi SAW juga menganjurkan kita,
"Jika engkau memohon jannah kepada Allah, maka mohonlah Firdaus, karena Firdaus adalah jannah yang paling tengah dan paling tinggi, di atasnya adalah Arsy Ar-Rahman, dan darinya pula sungai-sungai jannah mengalir." (HR. Bukhari)
Sungguh beruntung orang yang masuk jannah, tak ada sedikitpun yang membuatnya susah atau menderita, meskipun sesorang mendapatkan jannah pada tingkatan yang paling bawah. Tapi, ternyata Nabi SAW menghasung kita memohon kepada kita jannah yang paling tinggi derajatnya. Karena permohonan yang merupakan ungkapan dari cita-cita itu akan memndorong seseorang untuk berusaha mencurahkan segala potensinya untuk meraih tujuannya yang mulia.
Sehebat Apakah Cita-citamu
Sekarang, kita lihat seberapa hebat cita-cita kita. Mumpung masih ada waktu untuk merevisinya, masih ada peluang untuk menata ulang rencana dan usaha. Dan sebagai akhir kalam, saya cukupkan anda dengan satu sempel yang bisa kita jadikan sebagai referensi dalam memancangkan cita-cita. Adalah Imam Ibnu Al jauzi, sejak kecil memiliki obsesi yang tinggi dalam hal ilmu. Hingga mendorongnya melakukan usaha yang luar biasa, dan hasil yang dicapainya, sulit pula diimbangi oleh orang sezamannya, dan juga setelahnya. Dia bercerita, "Saya merasakan nikmatnya mencari ilmu, hingga penderitaan dijalan ilmu bagi saya lebih manis dari madu, karena besarnya harapan saya untuk mendapatkan ilmu. Di waktu kecil saya membawa bekal roti kering untuk mencari hadits. Saat istirahat dipinggir sungai, saya tidak bisa makan roti itu saking kerasnya. Satu-satunya cara, saya celupkan roti itu ke sungai, baru aku bisa memakannya. Sekali menelan, saya ikuti dengan meminum air sungai. Kesusahan itu tidak terasa, karena yang ada dibenakku hanyalah kelezatan saat mendapatkan ilmu."
Adapun hasilnya, beliau pernah memotivasi puteranya dan berkata, "Dengan jariku ini, aku pernah menulis 2000 jilid buku, seratus ribu orang bertaubat, dan ada 20.000 orang yang masuk Islam dengan sebab dakwahku." Wallahu Alam
Leia Mais

Resep Islam menjauhi sikap malas


malas
Seandainya..." Kata ini begitu akrab dalam kehidupan sehari-hari. Disadari atau tidak, sebagian besar orang boleh jadi biasa mengucapkannya, "Seandainya aku melakukan begini, tentunya begini dan begini, tidak begini..."

Nabi Muhammad SAW sangat tak menyukai umatnya mengumbar kata-kata 'seandainya'. Bahkan, dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya, kalimat lau (seandainya) membawa kepada perbuatan setan."

Syekh Shaleh Ahmad asy-Syaami, menjelaskan, kata 'seandainya' tidak membawa manfaat sama sekali. Menurutnya, meskipun seseorang mengucapkan ungkapan itu, ia tidak akan mampu mengembalikan apa yang telah berlalu, dan menggagalkan kekeliruan yang telah terjadi. Dalam bukunya bertajuk Berakhlak dan Beradab Mulia, Syekh asy Syaami mewanti-wanti bahwa ungkapan 'seandainya' bisa berkonotasi sebagai angan-angan semu, dan sesuatu yang tidak mungkin terjadi.

"Sikap seperti ini adalah sikap yang lemah dan malas," ujarnya. Bahkan, kata dia, Allah SWT pun membenci sikap lemah, tidak mampu, dan malas. Dalam hadis dinyatakan, "Allah SWT mencela sikap lemah, tidak bersungguh-sungguh, tetapi kamu harus memiliki sikap cerdas dan cekatan, namun jika kamu tetap terkalahkan oleh suatu perkara, maka kamu berucap 'cukuplah Allah menjadi penolongku, dan Allah sebaik-baik pelindung." (HR Abu Dawud).

Sikap tangkas dan cerdas yang di maksud, tutur dia, melakukan usaha dan tindakan-tindakan yang bisa membawa pada keberhasilan meraih sesuatu yang bermanfaat, baik di dunia maupun akhirat. Ini, sambung Syekh asy-Syaami, merupakan bentuk aplikasi terhadap hukum kausalitas yang telah Allah tetapkan.

Keutaman dari sikap tangkas dan cerdas yakni bisa menjadi pembuka amal kebaikan. Sebaliknya, sikap lemah dan malas, seperti telah di ingatkan Rasulullah SAW, hanya akan mendekatkan diri kepada setan. "Sebab, jika seseorang tidak mam pu atau malas melakukan se sua tu yang bermanfaat baginya dan ma syarakat sekitar, maka ia akan selalu menjadi seseorang yang kerap berangan-angan," paparnya.

Perbuatan dan sikap semacam itu, selain kontraproduktif serta tidak akan membawa pada keberhasilan, juga sama saja dengan membuka amal perbuatan setan karena pintu amal setan tidak lain adalah sikap malas dan lemah. Merekalah, tegas as-Syaami, adalah orang yang paling merugi.

Mengapa dikatakan orang yang paling merugi? Sebab, sifat malas dan lemah merupakan kunci segala bencana. Seperti, perbuatan maksiat sudah pasti terjadi karena lemahnya keimanan dan ketakwaan seseorang sehingga berani melanggar larangan agama.

Jadi, dia menambahkan, seorang hamba yang memiliki dua sifat tercela tadi, berarti ia tidak mampu melaksanakan amal perbuatan ketaatan serta tidak bisa melakukan hal-hal yang bisa membentengi dirinya dari godaan perbuatan jahat maupun maksiat.

Imam Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Barri jilid XI menggarisbawahi, apabila penyakit hati itu telah menjangkiti manusia, maka ia akan mulai mendekati larangan Allah. Dia pun menjadi enggan untuk bertobat. Untuk itu, Nabi SAW memberikan tuntunan doa bagi umatnya agar terhindar dari dua jenis sifat tercela tadi. Rasulullah SAW berdoa, "Ya Allah, hamba meminta perlindungan kepadaMu dari kecemasan dan kesedihan."

Cemas dan sedih, keduanya juga bersumber dari malas dan lemah. Karena, apa yang telah terjadi, tidak mungkin diubah atau dihapus hanya dengan kesedihan, namun yang perlu dilakukan adalah menerimanya dengan kerelaan, sabar dan iman.

Demikian pula sesuatu yang mungkin terjadi di waktu mendatang, juga tidak mungkin dapat diubah atau dihapus hanya dengan kecemasan atau kekhawatiran. Maka itu, seseorang harus selalu siap membekali diri dengan sikap-sikap yang baik untuk menghadapi segala kemungkinan.

Oleh karenanya, Islam sangat menjunjung tinggi optimisme, kerja keras, dan berusaha sekuat tenaga. Jiwa seorang Muslim sejati adalah yang meyakini bahwa rezeki Allah SWT sangatlah berlimpah, dan disediakan bagi siapapun yang mampu menggapainya dengan semangat dan etos kuat.

"Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung." (QS al Jumu'ah [62] : 10) Ada perbedaan antara harapan dan angan-angan. Harapan selalu dibarengi dengan usaha, sementara anganangan atau kemalasan hanyalah angan-angan kosong. Semoga kita dijauhkan dari sifat malas.
Leia Mais

Komitmen seumur hidup


Keputusan memilih Islam sebagai ‘way of  life’, meski banyak di antara kita terlahir sebagai orang Islam, sebab nenek buyut kita juga adalah orang-orang Islam, tentu bukanlah sikap main-main. Ia harus berasal dari kesadaran sepenuh keyakinan karena pilihan ini akan membawa perubahan besar dalam hidup kita. Kualitasnya di dunia, serta hasil akhirnya di akhirat. Pilihan yang mengejawantah dalam bentuk ubudiyah dalam puncak kecintaan dan ketundukan kepada Allah yang Mahaagung dan Maha Pencipta segala yang wujud di mayapada.

Pilihan ber-islam, adalah pilihan cerdas yang tidak pantas untuk dipermainkan, apalagi disia-siakan. Tidak sepatutnya kita bersantai-santai, bermalas-malas, hingga melakukan diskriminasi atas  tuntutan pengamalannya. Karena, ia bukanlah pilihan bingung yang tidak membawa kepada keyakinan dan kesiapan berkorban untuk mengambil risiko karena telah memilihnya. Ia adalah pertaruhan hidup mati, selamat tersesat, serta bahagia celakanya kita.

Kita tidak bisa berkomitmen kepadanya hanya saat lapang, memiliki waktu luang, kondisi jiwa tenang, serta saat memberikan keuntungan dan kemenangan. Atau hanya ketika kita sakit, terhimpit, serta hidup terasa sulit. Tergopoh-gopoh kita memasrahkan diri kepada Allah pada saat merasa butuh, sedang pada banyak kesempatan yang lain kita bersikap acuh. Tidak! Keislaman kita terlalu agung dan mulia dibanding perlakuan seperti itu.

Karena Islam bukanlah ibarat sebuah klub dimana kita bisa datang dan pergi semaunya bila telah membayar iurannya. Atau semisal panti sosial yang kita kunjungi saat membutuhkannya. Atau seperti rumah sakit yang kita hampiri saat sakit. Yang setelah semuanya normal dan baik-baik saja, kita bergelimang kenikrnatan, kelezatan, dan naungan yang nyaman, boleh meninggalkan dan mengabaikannya.

Seringkali, penyebab lemahnya kita berkomitmen bukanlah karena kurangnya ilmu dan kesadaran akan datangnya kematian. Namun, ia muncul sebagai buah lemahnya iman dan cinta akan dunia yang berlebihan. Sebuah kerusakan di dalam kalbu, bukan di akal belaka! Maka terapinya adalah memperhatikan kebersihan kalbu dari berbagai kotoran dan mengobati berbagai penyakitnya itu.

Kita tidak ingin mendahulukan kelezatan sesaat dan kesenangan semusim di dunia, serta mencari kegembiraan sementara, dengan membayar kesedihan sepanjang masa di akhirat sana. Menceburkan diri ke dalam sumur maksiat dan keinginan rendah lagi hina, dengan berpaling dari ketaatan dan cita-cita mulia. Kita tidak ingin berada di bawah tawanan setan, di lembah kebingungan, dan terbelenggu di dalam penjara hawa nafsu.

Maka, memilih menjadi seorang muslim adalah ujian di atas ujian. Ia butuh mujahadah yang serius dan keteguhan yang utuh untuk menghadapi semua konsekwensinya. Ialah sebenar-benar sarana kita mengabdi kepada Allah, yang kita tidak akan pernah melepaskan pegangannya kecuali bersamaan dengan nafas terakhir yang keluar dari diri kita. Ya, hingga kematian datang menjemput kita!

Sebuah komitmen seumur hidup!
Leia Mais

Antara Sabar dan Mengeluh


Abul Hassan berangkat menunaikan ibadah haji ke Baitul Haram. Diwaktu tawaf tanpa sengaja dia melihat seorang wanita cantik dengan wajah yang bersinar dan berseri, indah sekali.

"Demi Allah, belum pernah aku melihat wajah secantik dan secerah wanita ini, pasti hidupnya bahagia tidak kurang satu apapun tanpa masalah yang membebani." Bisik Abul Hasan.

Ternyata wanita tersebut mendengar perkataannya dan menghampiri Abul HAsan lalu dia bertanya, "Apa yang Anda katakan? Demi Allah, kalau engkau tahu, aku masih dalam masa berkabung, berdukacita, dengan duka yang begitu dalam karena musibah yang sungguh berat kuterima dan tidak ada seorangpun ada disisiku untuk berbagi."

Abu Hassan bertanya, "Bagaimana itu bisa terjadi?"

"Suatu hari saat suamiku sedang menyembelih kambing, dua orang anak kami yang masih balita menyaksikan ayahnya menyembelih. Tanpa diduga anakku yang agak besar mengajak adiknya untuk bermain seperti pekerjaan ayahnya, si kakak menyembelih adiknya. Karena melihat darah yang berlumuran si kakak ketakutan dan lari ke atas bukit lalu menghilang."

Berhari-hari ayah dari anak-anakku mencarinya, bukannya berhasil menemukan anakku malah dia menemui ajalnya dibukit itu karena mati kehausan, sedang anakku yang lari itu pun meninggal disantap serigala.

Saat aku coba melihat jasad keduanya, bayiku yang masih belajar merangkak kuletakkan di dalam rumah. Tanpa kusadari dia merangkak menuju air yang tengah kudidihkan, dia menarik periuk yang berisi air mendidih lalu tumpah menyiram seluruh tubuhnya hingga menyebabkan kematiannya.

Dalam waktu yang singkat aku kehilangan semua orang-orang yang paling aku cintai. Dan kini aku tinggal sebatang kara."

Abul Hassan bertanya, "Tapi aku melihat engkau begitu sabar, tidak terlihat keluhan seperti orang pada umumnya yang tekena musibah, sekecil apapun, bagaimana Anda mengatasi musibah yang begitu berat ini?"

Wanita itu menjawab, "Tiada seorang pun yang dapat membedakan antara sabar dengan mengeluh melainkan ia menemukan di antara keduanya ada jalan yang berbeda. Adapun sabar dengan memperbaiki yang lahir, maka hal itu baik dan terpuji akibatnya. Dan adapun mengeluh, maka orangnya tidak mendapat ganti yakni sia-sia belaka."

_____________________

"Tidak ada balasan bagi hamba-Ku (Allah) yang Mukmin, jika Aku ambil kekasihnya dari ahli dunia kemudian ia sabar, melainkan surga baginya."

Rasulullah s.a.w bersabda, "Tiga macam daripada tanda kekafiran terhadap Allah, merobek baju, mengeluh dan menghina nasab orang."

Dalam hadits yang lain, "Mengeluh diantara kebiasaan Jahiliyyah, dan orang yang mengeluh jika sebelum taubat ia meninggal, maka Allah akan memotongkan pakaian baginya dari lap api neraka." (Riwayat oleh Imam Majah)


Semoga kita dijadikan sebagai hamba-hamba-Nya yang senantiasa sabar dalam menghadapi segala musibah. Amien
Leia Mais

Kekuatan Cinta


kekuatan cinta
Tahukah anda kekuatan sebuah cinta? Sadarkah kita bagaimana cinta bisa menjelma menjadi energi yang tiada habisnya? Qais, yang kemudian dikenal sebagai Majnun, membuktikan itu semua.

Qais mencintai Laila sepenuh hati. Ketika orang tua Laila menghalangi cinta mereka, Qais bukannya mundur malah ia berubah menjadi Majnun, pecinta yang tergila-gila pada Laila sehingga hidupnya berubah total.

Hakim Nizhami, sufi agung yang menuliskan kisah ini, melukiskan bagaimana cinta tak mengenal lelah, bagaimana lapar dan dahaga tak dihiraukan oleh Majnun, bagaimana energi cinta yang dihasilkan Majnun mampu menundukkan segenap binatang buas di hutan tempat persembunyiannya.

Loyalitas Laila pun tak bergoyang meskipun ayahnya menikahkannya dengan paksa kepada seorang bangsawan. Sampai akhir hayatnya bangsawan itu tak berhasil menyentuh Laila, yang notabene telah dipersuntingnya.

Ketika datang rasa rindu, bibir Majnun kering melantunkan tembang pujian dan syair kerinduan untuk Laila, ketika pagar rumah orang tua Laila menghalangi komunikasi mereka, Laila menulis surat cinta di potongan kertas kecil lalu ia biarkan angin membawanya sampai ke Majnun.

Ayah Majnun mencoba memberikan alternatif untuk Majnun. Dibuatlah pesta yang dihadiri segenap gadis cantik, namun bukanlah Majnun kalau tak mampu bersikap loyal pada kekasihnya. Majnun menampik semua tawaran itu.

Banyak orang yang percaya, bahwa kisah Laila Majnun itu merupakan simbol belaka. Hakim Nizhami sebenarnya hanya menunjukkan bagaimana sikap seorang pecinta sejati kepada kekasihnya. Ketika Laila dan Majnun telah tiada, konon, seorang sufi bermimpi melihat Majnun hadir dihadapan Tuhan. Tuhan membelai Majnun dengan penuh kasih sayang seraya berkata, "Tidakkah engkau malu memanggil-manggi-Ku dengan nama Laila, sesudah engkau meminum anggur Cinta-Ku?"

Seperti Majnun yang mengeluarkan energi yang tiada habisnya, di bulan ramadhan ini kita pun belajar untuk menaikkan maqam cinta kita kepada Allah.Energi cinta yang kita pancarkan dibulan puasa seyogyanya mampu menundukkan nafsu buas di sekeliling kita.

Bibir kering dan perut lapar bukanlah alasan untuk menampik sebuah cinta ilahi. Dari tenggorokan yang kering justru keluar Bacaan Yang Mulia dan asma Kekasih Sejati kita, Allah swt. Ketika disekeliling kita banyak yang menyodorkan alternatif kebahagiaan, sebagaimana Majnun menolak tawaran ayahnya, kita pun bersikap setia pada kebahagiaan yang dijanjikan Allah kelak.

Ketika banyak yang mencoba memagari cinta kita dengan "pagar duniawi", seperti Laila yang mengungkapkan isi hatinya lewat potongan kertas yg dibawa angin, kita ungkapkan cinta sejati kita di bulan Ramadhan ini ke seluruh penjuru angin. Gema kalam ilahi di mana-mana, gema takbir terus mengalun, gema cinta terus dibawa angin menembus dinding perkantoran, pasar swalayan, gedung sekolah, taman perkotaan, rumah makan dan pusat-pusat perbelanjaan. Pagar-pagar itu tak akan mampu menghalangi cinta kita.

Di bulan Ramadhan ini sudahkah kita ukur cinta kita pada Allah swt. Malukah kita bila Majnun menegur kita, "sampai dimana pengorbananmu untuk Kekasih Sejatimu?" Bulan Ramadhan adalah media membuktikan cinta sejati itu, insya Allah!

Nadirsyah Hosen
Leia Mais

Mengatasi masalah tanpa masalah


Sebelum memutuskan untuk mengakhiri suatu masalah, pikirkan dahulu dampak sesudahnya agar kita tidak merasa menyesal.

Mengabaikan situasi bermasalah dan berharap kita cukup lama bersabar, maka masalah akan hilang dengan sendirinya, merupakan strategi yang diambil oleh banyak orang. Strategi menghindari akan cocok jika masalahnya sepele, meskipun demikian mengatasi masalah seperti itu justru akan menimbulkan masalah karena masalah harus diselesaikan bukan dihindari.
Mengatasi masalah tanpa memikirkan secara matang juga dapat mnimbulkan kerugian karena emosi dan amarah lebih berperan didalamnya. Segala masalah yang dihadapi adalah lebih baik dipikirkan terlebih dahulu sebelum akhirnya mmutuskan solusi apa yang akan dipakai oleh kita.
Sebaiknya kita memikirkan pemecahan bukan memikirkan masalah. Kehidupan kita yang penuh dengan masalah, terlalu mudah bagi kita untuk mengambil sikap tidak berdaya terhadap suatu masalah, bahkan menyerha sebelum waktunya. Menyerah saja sudah merupakan masalah, kita harus memiliki kemauan untuk mengubah apa yang tidak diinginkan menjadi sesuatu yang bisa kita syukuri pada akhirnya.
Ya, dengan masalah kita seharusnya menjadi lebih pintar dalam menghadapi masalah di depan, bukan justru berdiam diri dan mengasihani diri karena terkena satu masalah atau malah memecahkan masalah dengan emosi sehingga menimbulkan masalah baru.
Tips mengatasi masalah dengan aman

  1. Kenali terlebih dahulu persoalan sebenarnya
  2. Pikirkan solusi dengan matang. Tarik dan pertimbangkan unsur positif dan negatif atas solusi yang akan digunakan. Setelah itu persiapkan diri untuk segala kemungkinannya.
  3. Jika membutuhkan saran orang lain, pilihlah orang yang pernah memiliki permasalahan yang sama.

 
"Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya dia akan mengadakan baginya jalan keluar." (QS. Ath-thalaq : 2)
Leia Mais

Masa depan ada di tanganmu


Orang lain hanya sebagai penonton atas segala yang terjadi dalam hidup karena masa depan bukan diberikan oleh mereka tapi diusahakan oleh diri kita sendiri.

Allah menghendaki kemudahan bagi kita dan kita mengupayakan segalanya di tangan kita. Impikan masa depan yang gemilang. Janganlah puas dengan hal yang biasa, umum, dan rata-rata. Prestasi yang biasa, teman-teman yang biasa, keadaan yang biasa, lingkungan yang biasa. Berusahalah untuk menemukan apa yang membuat kamu unik dan asli. Ingatlah, kamu adalah makhluk yang Allah ciptakan dengan segala kesempurnaan, bahkan ketika kamu merasa kamu biasa-biasa saja.

Perubahan menuju sesuatu yang lebih baik hanya akan kamu dapatkan ketika kamu mengupayakan dengan uasaha dan doa bukan sekedar berpangku tangan menunggu keajaiban.

Situasi apapun bisa kita perbaiki dengan melakukan sesuatu yang berarti. Ketika kita berada pada kondisi tidak beruntung, maka kita akan mampu menjadi si beruntung saat mampu mengupayakan mimpi menjadi kenyataan. Masa depan ada di tanganmu sejauh mana kamu mampu meraihnya dengan keyakinan diri dan berpikir kamu mampu.

Tidak ada seorang pun yang mampu menolong diri kira dari situasi ketidakberuntungan selain diri kita sendiri. Kitalah yang menolong diri kita sendiri. Segeralah meyakini bahwa masa depan diupayakan oleh diri kita, masa depan ada di tangan kita.


Bagaimana mengupayakan bangkit dari keterpurukan

1. Pertebal keyakinan diri untuk bisa bangkit.
2. Pertolongan dan nasihat tidak banyak membantu kecuali kita membantu diri kita sendiri.


"sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri." (QS. Ar-ra'ad : 11)
Leia Mais

Kalau gagal, engga apa-apa


Seharusnya kita merasa beruntung masih mndapatkan kegagalan karena dengan begitu kita dapat mencapai kebahagiaan

Gagal kan bukan berarti menutup jalan masa depanmu, justru kegagalan merupakan awal dari masa depan yang kamu idamkan.

Marilah kita sama-sama belajar dari kegagalan dan memaknainya selalu. Kegagalan memang manusiawi, sebab manusia memiliki keterbatasan dalam hidupnya. Manusia tidak diciptakan menjadi makhluk serba tahu. Manusia barulah akan mengetahui banyak hal ketika dia banyak melakukan percobaan. Ketika menang, akhirnya kita tahu bagaimana kita bisa melangkahkan kaki untuk menjadi pemenang, demikian pula ketika gagal, akhirnya kita juga semakin tahu di sebelah mana yang dapat menyebabkan kegagalan. Tentunya setelah itu, kita tidak boleh melakukan kegagalan yang sama secara berulang-ulang.

Jika kita ingin mendapatkan sesuatu yang kita inginkan jangan kecewa pada kegagalan. Jika kita ingin mendapatkan kebaikan, belajarlah dari kegagalan. Kegagalan yang diberikan Allah harus kita manfaatkan sebagai ajang introspeksi diri. Jangan biarkan kegagalan hanya menyisakan kesedihan dan kita tidak sukses mengambil pelajaran yang diberikan.



Manfaat kegagalan

 
1. Kegagalan akan memberika kita tambahan pengetahuan (ilmu).
2. Kegagalan yang disikapi dengan positif akan memberikan tambahan kekuatan untuk menjalani hidup.
3. Kegagalan adalah tangga untuk meraih prestasi.
4. Kegagalan akan memberikan banyak hikmah, sehingga kita dapat melakukan langkah berikutnya dengan lebih baik.



"Dan sesungguhnya kami benar-benar akan menguji kamu agar kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu." (QS. Muhammad : 31)
Leia Mais

Followers

 

Islam itu Indah dan Menentramkan

Ingatlah 5 sebelum datangnya 5 yakni: 1). Kehidupanmu sebelum datang matimu 2). Kesehatanmu sebelum datang sakitmu 3). Waktu luangmu sebelum datang kesibukanmu 4). Masa mudamu sebelum datang masa luangmu 5). Kekayaanmu sebelum datang kemiskinanmu

by Moslem Power andyrcm